Aplikasi slat pengganti sekam saat ini masih belum banyak dipergunakan oleh peternak ayam broiler (ayam pedaging) sebagai media alas kandang. Namun dengan perkembangan teknologi yang semakin cepat, aplikasi slat bisa menjadi alternatif solusi pengganti sekam.
Menurut Dhanang Purwantoro Branch Manager of East Indonesia PT Sinar Mustiska Raya, slat menjadi solusi alas kandang untuk menggantikan sekam yang semakin sulit didapat. Di Malaysia saja, sekam sudah digunakan sebagai campuran kayu dan triplek. “Dengan lantai slat yang terbuat dari plastik, bambu, ataupun besi tidak perlu lagi menggunakan sekam dari mulai umur sehari sampai panen atau selama masa produksi,” tuturnya.
Seperti yang sudah diaplikasi- kan Istanto peternak ayam di Solo Jawa Tengah. Saat ini di kandang dengan sistem baterai milik Istanto tidak menggunakan sekam melainkan slat dari plastik. Kandang baterai 4 tingkat miliknya dapat diisi broiler, ayam pejantan, maupun layer (ayam petelur). “Kandangnya dibuat serbaguna dan kita tidak pakai sekam tapi diganti slat plastik agar ayam tidak langsung bersentuhan dengan kotoran,” jelasnya.
Alasan Istanto menggantikan sekam dengan slat karena dari faktor kesehatan ayam dan juga kepadatan populasi. Menurutnya, dengan menggunakan slat ayam akan lebih sehat karena tidak bersentuhan dengan kotoran dan sirkulasi udara di kandang menjadi lebih baik.
Istanto menginformasikan dari sisi kepadatan populasi, untuk kandang beralaskan sekam kepadatannya hanya 8 ekor per m2. Sedangkan untuk kandang baterai tingkat empat menggunakan slat yang kepadatannya bisa meningkat hampir 3 kali lipatnya mencapai 20 ekor per m2. “Kalau pakai kandang baterai, otomatis menggunakan slat dengan jarak hanya 25 cm antar kandang baterai,” katanya.
Dhanang menambahkan, pada prinsipnya, penggunaan slat untuk membuat jarak kotoran dengan ayam sehingga sirkulasi udara di kandang akan lebih baik. “Belum lagi dari sisi eknomis kalau kita hitung penggunaan slat dapat lebih menghemat biaya karena tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk pembelian sekam,” ujarnya.
Analisa Usaha
Penggunaan slat di kandang diakui Istanto dapat menghemat biaya untuk sekam sekitar Rp. 300 per ekor. Kalau saja populasi ayam sekitar 10 ribu ekor maka biaya sekam yang bisa dihemat sekitar Rp. 3juta. ’’Untuk perawatan slat juga mudah, cukup dibersihkan saja,” katanya.
Dhanang menimpali, penghematan biaya yang bisa dikeluarkan dengan penggunaan slat yaitu paling tidak peternak akan menghemat biaya pembelian sekam yang rata-rata Rp. 400 per ekor. Jika menggunakan sekam dan setelah panen sekam dijual untuk bahan pembuatan pupuk organik paling tidak peternak akan memperoleh sekitar Rp. 110 per ekor. Artinya biaya pembelian sekam dari Rp. 400 per ekor berkurang menjadi Rp 290 per ekor.
Tetapi jika menggunakan slat biaya untuk sekam tidak ada. Justru peternak bisa memperoleh pendapatan dari penjualan kotoran ayam tanpa sekam yang dihargai lebih tinggi sekitar Rp. 200 per ekor. ’’Peternak bisa hemat Rp. 400 per ekor dan bisa dapat benefit Rp. 200 per ekor, coba bayangkan kalau populasi ayamnya 200 ribu ekor sudah berapa biaya sekam yang bisa ditekan,” tandas Dhanang yang mengkomparasi biaya penggunaan slat dengan sekam.
Namun harus disadari untuk penggunaan slat memerlukan biaya investasi awal yang relatif besar. ’’Biaya investasinya sekitar Rp. 10.500 – 11.000 per ekor,” ujar Dhanang menginformasikan. Dari hitungan Dhanang, biaya investasi untuk pembelian slat akan kembali dalam 3 tahun dari penghematan biaya pembelian sekam maupun benefit penjalan kotoran ayam.
“Investasi di awalnya memang cukup besar makanya kebanyakan untuk slat kami pasangkan dengan Closed House (kandang tertutup) karena jika untuk Open House (kandang terbuka) tidak ekonomis karena secara biaya akan sangat tinggi,” tutur Dhanang.
Ia mengakui karena nilai investasi yang relatif besar, penggunaan slat plastik saat ni di peternak belum banyak. Tetapi ia memperkirakan paling tidak penggunaan slat akan marak 3-4 tahun ke depan.
Dhanang mengungkapkan sebetulnya aplikasi slat sudah digunakan dari beberapa tahun yang lalu, khususnya untuk layer. Cuma kebanyakan di layer untuk aplikasi slatnya menggunakan besi atau bambu. Aplikasi slat sangat berguna pada pullet atau layer karena masa pemeliharaannya lebih lama dari broiler karena kalau menggunakan sekam tentu penanganannya harus lebih panjang,” tegasnya.
Ia menyarankan bahan slat untuk alas kandang menggunakan plastik meskipun bisa juga dibuat dari bambu atau besi. Slat plastik faktor ketahanannya lebih lama mencapai 15-20 tahun dan sebanding dengan biaya investasinya yang relatif mahal.
”Umur teknis slat yang cukup panjang ini hampir sama dengan konstruksi closed house yang rata-rata berumur 15-20 tahun. Karena itu penggunaan slat ke depan lebih diperuntukkan bagi Closed House,” paparnya.
Sedangkan dari segi konstruksi kandang slat, Dhanang mengingatkan sebaiknya memiliki jarak ketinggian minimal 50 cm. “Sebetulnya lebih tinggi lagi jaraknya dengan kotoran ayam akan semakin baik agar ayam semakin jauh dengan kotoran dan sirkulasi udara di kandang lebih baik,” sarannya.